Rabu, 13 Agustus 2008

Kumawus di Kakaskasen Tiga, Kota Tomohon

Oleh : Augustien Kapahang-Kaunang

1. Kegiatan Kumawus

Hampir setiap hari minggu pagi kira-kira jam 07.00-08.30, kaum perempuan/ibu sibuk mengunjungi salah satu rumah bahkan beberapa rumah untuk beribadah dan mengumpulkan uang yang diberi nama ‘dana sosial’ untuk diberikan kepada keluarga yang dikunjungi. Keluarga ini baru saja ditinggalkan oleh orang yang mereka kasihi. Mereka sedang mengalami dukacita atas kepergian salah seorang anggota keluarganya (meninggal). Kunjungan ibu-ibu di pagi ini, dikoordiner oleh satu atau dua bahkan tiga kelompok dana sosial duka. Ada kelompok yang bernama Sendangan, ada yang bernama Talikuran Timu dan ada yang bernama Uner dan ada pula yang bernama Pondol. Kelompok-kelompok ini terdiri dari ratusan anggota yang mempunyai susunan organisasinya dan program bantuan sosial lengkap dengan segala hak dan kewajiban anggota. Susunan organisasinya hanya sederhana yaitu Ketua, Penulis/Pencatat/Sekretaris dan Penyimpan Uang/Bendahara dan beberapa Anggota. Programnyapun sesuai dengan maksud yaitu mengumpul dana setiap kali ada anggota yang mengalami kedukaan. Pada awalnya yang dikumpulkan adalah kue cucur, tetapi kemudian diganti dengan uang. Mengumpul uang lebih murah sesuai dengan ketentuan setiap kelompok, yakni berkisar antara 7 ribu sampai 8000 rupiah, sedangkan bila dalam bentuk kue cucur sebanyak 10 - 15 buah yang harganya sekarang a Rp 800, berarti seharga Rp 8.000 – Rp 12.000,- Masih sekali-kali ada yang meminta agar yang dikumpulkan dalam bentuk kue. Kelompok-kelompok ini mempunayi inventaris berupa peralatan masak memasak, piring dan gelas yang dapat dipakai oleh para anggota saat ada kumawus. Acaranya ialah ibadah, penyampaian dari pimpinan kelompok kemudian dilanjutkan dengan ramah tamah sambil mengumpulkan uang. Anggota dalam kelompok-kelompok ini adalah keluarga masyarakat, semacam LSM nya desa/kampung , tidak ada hubungan struktural dan fungsional dengan pemerintah desa/kelurahan dan dengan agama/denominasi gereja. Meskipun demikian, ibadah minggu pagi ini dipimpin oleh pendeta atau guru agama atau vikaris atau orientator GMIM (bila keluarga yang berduka anggota GMIM). Persembahan yang terkumpul masuk kas kelompok.

Pada jam 09.00, keluarga besar yang berduka, dengan memakai pakaian hitam bersama-sama mengikuti ibadah di gedung gereja. Di dalam ibadah ini, keluarga membawakan puji-pujian dan memberikan persembahan khusus. Pemimpin ibadah mendoakan secara khusus akan kehadiran keluarga besar ini yang masih dalam suasana duka.

Kegiatan kumawus dilanjutkan pada siang hari tepatnya selesai ibadah siang di gedung gereja yakni mulai sekitar jam 12.00. Kumawus siang ini dimulai dengan ibadah (sesuai dengan golongan/denominasi gereja yang berduka). Sesudah ibadah dilanjutkan dengan sambutan dan pengumuman pemerintah dan diakhiri dengan makan dan minum bersama.
Makanan disajikan di meja panjang dengan alas makan dari daun laikit. Semua makanan diletakkan langsung di daun kecuali makanan berair (sup atau santan). Makanan yang disajikan dalam cara makan seperti ini adalah makanan tradisional seperti tinoransak, ayam bulu, ikan bulu, pangi, saut, acar, kua santan dan kue cucur. Bila isteri suami yang datang maka diusahakan agar keduanya mengambil tempat duduk berhadapan. Kalau biasanya makan pakai sendok dan garpu, di sini langsung pakai ‘leper adam’ maksudnya langsung pakai tangan. Selesai makan, semua makanan yang tersisa dibungkus (‘saputen’) untuk dibawa pulang ke rumah masing-masing. Mengapa makan dengan cara ini ? Berdasarkan percakapan dengan seorang tokoh masyarakat/tokoh adat/tua-tua kampung, katanya : “ makan di daun laikit ada filosofinya yaitu : - tanaman daun laikit bertumbuh melebar laksana keluarga besar dan yang bertempat tinggal jauh dapat bertemu. – laikit adalah tempat untuk membungkus makanan, artinya kekeluargaan dipererat. – laikit dapat menjadi payung, artinya tempat bernaung : keluarga besar menjadi penopang keluarga yang berduka. Dahulu, makanan untuk kumawus disiapkan oleh rukun keluarga besar dengan membawa belanga nomor 8 tempat nasi. Keluarga yang berduka menyiapkan ‘kas’ tempat menyalin makanan.
Cara makan seperti ini tidak sepenuhnya lagi dilakukan sekarang ini, sebab daun laikit bahkan daun pisang sebagai penggantinya juga susah didapat. Bayangkan saja, hampir setiap hari minggu lebih dari satu keluarga melaksanakan acara kumawus ini. Sekarang ini, makanan tidak beda lagi dengan makanan pesta : ada tukang masak yang disewa atau di catering dengan berbagai jenis makanan yang berbeda dengan makanan yang diletakkan di daun pisang (makanan “tradisional”). Acara makan minum ini berlangsung sepanjang siang sampai malam hari (open house). Hal ini terjadi karena para tamu tidak datang sekaligus dalam waktu yang sama. Bila ada dua atau lebih acara kumawus, maka misalnya keluarga saya berkunjung mulai dari keluarga A baru ke keluarga B selanjutnya ke keluarga C, demikian sebaliknya keluarga yang lain mulai berkunjung pada keluarga C atau B dan A. Bahkan ada yang memang merancang kedatangannya ke keluarga A, B dan C nanti pada malam hari karena pada siang hari mereka punya kesibukan lain.

Kunjungan pada keluarga yang berduka ini dilakukan oleh siapa saja: saudara, kenalan, kerabat, sekampung, golongan agama apa saja. Tidak ada undangan tertulis ataupun lisan.
Biasanya orang yang datang akan memberi ‘sampul’ yang berisi uang untuk keluarga: paling kurang Rp 10.000, kebanyakan orang memberi Rp 20.000,- .

Kegiatan kumawus belum berakhir, sebab pada malam hari tepatnya sesudah ibadah minggu malam yakni sekitar jam 19.30 dilaksanakan ibadah di rumah duka. Ibadah ini diorganiser oleh kaum remaja dan pemuda gereja (GMIM). Ibadah biasanya dipimpin oleh pendeta atau vikaris atau ‘orientator’. Peserta ibadah terbuka untuk umum : tua muda tidak pandang asal gereja/denominasi/agama. Biasanya yang hadir dalam ibadah ini selain remaja pemuda gereja adalah juga anggota jemaat kolom (bila GMIM), para tetangga/masyarakat jaga/lingkungan atau umat/jemaat (misalnya Katolik, GPDI, Advent). Sesudah ibadah, keluarga memberi pelayanan kue dan teh/kopi. Sementara ada pelayanan konsumsi, dilantunkan lagu pujian baik bersama maupun solo,duet yang biasanya diiringi dengan musik organ/keyboard.

2. Apa itu Kumawus ?
Dari percakapan dengan dua orang tokoh/tua-tua kampung/tokoh adat saya mendapatkan jawabannya. Kata kumawus berasal dari kata dasar “kawus” yang berarti selesai. “I kawus ola” artinya diselesaikan saja, maksudnya rasa duka diselelesaikan atau diakhiri. ‘Kumawus” berarti suatu kegiatan untuk menyelesaikan atau mengakhiri rasa duka dan menyelesaikan segala hal yang berkaitan dengan orang yang meninggal. Maksudnya ialah agar keluarga tidak ada ‘hutang’ adat bagi yang telah pergi. Juga dengan kumawus, keluarga yang ditinggalkan merasa lega, terhibur dan dikuatkan melalui pertemuan, persekutuan terlebih lagi dengan ibadah-ibadah. Praktek kumawus khususnya acara makan minum di siang hari sudah lama berlangsung. Nama kegiatan ini pada awalnya ialah ‘muntep remdem’ atau ‘ maso itang’ yang arti hurufiahnya ‘masuk hitam’. Maksudnya ialah keluarga dengan memakai pakaian hitam masuk/beribadah di gereja pada jam 09.00. Selesai beribadah, dilanjutkan dengan acara makan minum di rumah pada kira-kira jam 12.00. Penamaan kumawus baru mulai tahun 1990-an, dan telah berkembang dengan tahapan acara sejak pagi sampai malam.
Dari rangkaian kegiatan kumawus ini, selalu ada kesempatan bagi keluarga untuk menyampaikan selamat datang atau kesaksian singkat. Baik dalam ucapan sambutan keluarga, dalam ibadah : doa dan khotbah, dan dalam sambutan pemerintah, saya menangkap satu hal penting yang merupakan intisari dari pelaksanaan kumawus ini ialah : ucapan syukur. Ucapan syukur karena Tuhan telah memampukan keluarga untuk menerima kenyataan ditinggalkan oleh salah seorang anggota keluarganya. Jadi, bersyukur bukan atas kematian seseorang tetapi atas kemampuan untuk menerima kenyataan kematian.

3. Catatan Reflektif
Kegiatan budaya sekitar kematian berdampak pada kehidupan yang melibatkan seluruh kampung, semua orang yang terkait langsung dengan keluarga maupun sobat kenalan, rekan sekerja atau relasi kerja. Suatu peristiwa kematian yang memunculkan arti kehidupan dari orang-orang yang masih hidup. Mungkin benar ungkapan bahwa orang hidup untuk mati, dan kematian membawa kehidupan yang berkelanjutan dan kehidupan baru bukan hanya bagi kaum keluarga. Kematian mencipta rasa persaudaraan, kekerabatan, persekutuan senasib sepenanggungan tanpa pandang bulu : strata sosial dan denominasi/agama, semua terlibat aktif secara sukarela.
Berikut ini beberapa pokok pikiran yang masih akan dikaji secara teologis kontekstual sehubungan dengan hubungan dialektis Injil dan Kebudayaan-Kebudayaan :
- Kematian menguatkan iman percaya
- Kematian mempererat tali kasih antar anggota keluarga dekat dan jauh
- Kematian sebagai kesempatan menggalang solidaritas dibidang ekonomi dan sosial kemasyarakatan
- Kematian sebagai sarana berekumene
- Kematian adalah persoalan kemanusiaan dari semua komponen masyararakat mulai dari anak-anak, remaja, pemuda dan orang dewasa bahkan para lanjut usia.
Atau :
- Kehidupan tidak lepas dari kematian
- Kehidupan adalah bila tali kasih keluarga tetap erat
- Kehidupan adalah kesempatan memberi dan menerima, membagi dan mengumpul
- Kehidupan adalah terciptanya kerukunan antar umat beragama
- Kehidupan adalah tanggungjawab semua komponen masyarakat

4. Permasalahan Teologis, antara lain :
- Apakah artinya mengumpul uang atau bahan makanan untuk acara kedukaan ? Lalu bagaimana dengan diakonia untuk pendidikan dan pembinaan/pemberdayaan masyarakat ? Saya coba menghitung pengeluaran setiap keluarga untuk acara kumawus ini. Bila kewajiban sebagai anggota satu kelompok paling kurang Rp 7.000 ditambah dengan derma sekitar Rp.1.000 maka minimal harus ada Rp 8.000,-. Padahal rata-rata satu keluarga mengikuti dua kelompok sosial duka. Kita bisa bayangkan kalau setiap hari Minggu ada dua atau lebih keluarga. Tidak hanya dana sosial, tetapi juga ‘sampul’ dalam kumawus siang minimal Rp10.000,- ditambah dengan derma sekitar Rp.1.000,- maka jumlah minimal setiap minggu menjadi Rp 19.000,- Serapan dana untuk sosial duka cukup besar setiap minggu. Ini belum terhitung dengan dana-dana sosial duka pada saat kematian yang diorganiser a.l. oleh rukun-rukun keluarga, rukun warga jaga/lingkungan, komisi Wanita/Kaum Ibu GMIM.
- Bagaimana menata ekonomi keluarga untuk kesehatan dan pendidikan keluarga ? Lokasi penelitian ini termasuk kelurahan di kota Tomohon yang tercatat terbanyak keluarga pra sejahtera. Sungguh ironis !
- Apakah hari Minggu adalah hari istirahat ? Kesibukan masyarakat terlihat di waktu pagi hari di mana ibu-ibu pergi membawa bantuan. Demikian juga kesibukan di siang hari saat menghadiri acara makan minum di rumah duka. Paling kurang 30 menit berada di rumah duka yang satu, kemudian pindah lagi di rumah duka berikutnya. Orang saling bertemu di jalan dengan arah berbeda. Hari minggu adalah hari paling sibuk. Apalagi bila di hari minggu itu ada syukur Baptisan atau “Balas Gereja”.
- Adakah hubungan dialektis antara kebudayaan ini dengan Injil/Iman Kristen ? Memang dilaksanakan ibadah-ibadah yang dilayani oleh para pendeta atau guru agama atau vikaris atau orientator berdasarkan jadual dari Badan Pekerja Majelis Jemaat. Apakah kenyataan ini cukup menjadi alasan untuk menjawab ya bahwa ada hubungan dialektis?
- Apakah ada kaitan antara kehidupan, kematian dan keselamatan ? Apa motivasi dasar di balik semua ungkapan budaya ini ? Sangat jarang ada kelompok sosial yang programnya adalah membantu biaya pendidikan atau kesehatan. Mengapa nanti pada saat ada kematian dari salah seorang anggota keluarga, maka perselisihan bahkan pertengkaran dalam keluarga diperdamaikan ?

5. Penutup
Demikian dulu beberapa catatan pendahuluan tentang kumawus yang masih akan dilanjutkan dengan menambah data obyektif tentangnya dan kajian teologis kontekstual.



Penulis, Dekan Fakultas Teologi UKIT

3 komentar:

Anonim mengatakan...

wahhh....lengkap skali...bisa copy buat saya pasang di blog saya bu?

Unknown mengatakan...

seperti apa kira2 bentuk bahasa dalam acara kumaus ini ya buk??? misalnya dalam pidato pemerintah. seperti apa penggunaan bahasanya. saya ingin tau krn sy mengkaji budaya dan bahasa. terimakasih.

Unknown mengatakan...

seperti apa kira2 bentuk bahasa dalam acara kumaus ini ya buk??? misalnya dalam pidato pemerintah. seperti apa penggunaan bahasanya. saya ingin tau krn sy mengkaji budaya dan bahasa. terimakasih.